Entri Populer

Friday, February 24, 2012

God Always Works In A Mysterious Way



Banyak banget hal yang pernah gue lewati di dunia ini menimbulkan tanda tanya besar yang seringkali membuat gue nggak ngerti kenapa suatu hal bisa terjadi. Gimana Tuhan mengatur sebuah pertemuan antara gue dan temen yang awalnya nggak saling mengenal, kemudian pertemuan selanjutnya semakin mengenal, berlanjut menjadi sebuah pertemanan, dan akhirnya timbul rasa saling menyayangi. Gimana Tuhan mengatur gue yang hanya seorang anak daerah yang tadinya sempat berpikir nggak mungkin masuk UI, sekarang menjadi bagian dari civitas akademika UI. Gimana Tuhan mengatur ayah dan ibu gue yang awalnya dipisahkan oleh jarak, menjadi satu dalam ikatan sebuah keluarga. Mungkinkah semua ini hanya kebetulan-kebetulan semata? Gimana Tuhan mempertemukan garis hidup masing-masing individu yang akhirnya saling bersinggungan dan membentuk garis hubungan? 

Berawal dari papasan dan saling sapa, basa-basi sambil gali informasi tentang pribadi masing-masing, saling lempar senyum untuk ngilangin canggung, jadi awal pertemuan gue dan temen-temen. Nggak pernah kebayang, orang-orang yang berbeda latar belakang bisa saling mengenal, menghargai, menyayangi dan berbagi dengan tulus. Gimana Tuhan menciptakan perasaan tulus ini disuguhkan untuk orang asing yang sebelumnya nggak ada di kehidupan kita? Kenapa kita bisa “kebetulan” hari itu bertemu dan pertemuan itu berlanjut menjadi hubungan yang lebih interpersonal? Kenapa gue bertemu dengan temen gue yang ini dan bukan orang lain? Pertanyaan-pertanyaan itu masih belum terjawab. 

Universitas Indonesia adalah universitas yang minim peminatnya di sekolah gue. Bukan karena kampus kuning ini nggak berkualitas, tapi kualitasnya yang tak tertandingi di Indonesia membuat anak-anak di sekolah gue minder dan enggan “membuang” kesempatan emas berkuliah di universitas yang notabene jauh di bawah UI, yang pasti terbuang jika kesempatan itu dipakai untuk memilih UI. Mereka pesimis, dan hanya orang-orang yang pintar, berani, dan beruntunglah yang punya kesempatan masuk UI. Kebetulan gue termasuk kategori yang terakhir yaitu beruntung, karena gue nggak begitu pintar, dan juga nggak ngerti apa sebenarnya yang ditguetkan orang-orang ketika memilih UI. Keyakinan gue waktu itu adalah pasti nggak diterima di UI dan mungkin diterima di UNY (Universitas Negeri Yogyakarta), kalaupun nggak diterima di keduanya, perguruan tinggi swasta jadi alternatif terakhir. Kadang gue berpikir, betapa bahagianya orang yang nggak mengerti apa yang sebenarnya dikhawatirkan orang lain. Dan begitulah cara Tuhan membuat gue mantap memilih UI karena coba-coba dan ke-enggak-tahuan tentang ketguetan orang lain ketika memilih UI. Saat gue menemukan kenyataan bahwa banyak temen-temen nggak berani memilih UI karena persaingannya yang sangat ketat, gue merasa sangat bodoh dan seandainya ketika itu Tuhan mempertemukan gue dengan orang-orang yang menyerah sebelum perang, mungkin gue akan terpengaruh dan nggak jadi memilih UI dan alhasil mungkin gue akan berada di perguruan tinggi lain saat ini yang kualitasnya mungkin jauh di bawah UI. Lagi-lagi Tuhan membuat gue bertanya-tanya, kenapa gue bisa berada di universitas ini? Apa tujuan-Nya mempercayakan amanah ini kepada gue?

Hal ini yang paling membuat gue geregetan karena kunjung nggak menemukan jawabannya. Pas gue nanya sama temen, “apakah sebenernya jodoh kita udah ditentuin?” teman gue bilang “Tuhan bilang, Dia nggak akan ngubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu yang ngerubahnya sendiri.” “Hmm, jadi kita harus usaha buat ngedapetin jodoh yang kita mau?” tanya gue lagi. “Iya, dan tentunya harus sesuai sama kisi-kisi” katanya disambut tawa. Tapi apa hanya dengan perjuangan manusia mereka ngedapetin apa yang mereka inginkan? Gue rasa pastilah ada suatu kekuatan besar yang mengatur semua ini terjadi, nggak ada yang kebetulan, pasti semua sudah dirancang dengan teratur. 

Ayah gue berasal dari sebuah desa kecil di Padang Pariaman, Sumatera Barat sedangkan Ibu berasal dari sebuah kabupaten kecil di Jawa Tengah, tadinya nggak mungkin banget mereka bisa ketemu karena jarak yang jauh dan nggak saling kenal. Nyatanya, mereka bisa ketemu dan jadi sepasang suami istri yang punya tiga anak cantik sampai saat ini (halah). Karena penasaran, gue tanya langsung sama ayah kenapa beliau bisa sampai di Wonosobo terus ketemu sama ibu. Ayah bilang tujuannya datang ke Wonosobo buat merantau (biasa kan, salah satu budaya orang Minang) dan kerja jadi intrukstur di BLK (Balai Latihan Kerja), tapi di sela-sela ceritanya Ayah nambahin informasi kalo tadinya hampir ditugasin kerja di Mentawai, tapi karena suatu alasan beliau berbalik kerja di Wonosobo dan entah gimana akhirnya ketemu sama Ibu dan akhirnya menikah (ya, happy ending, happily ever after. Aaaa kapan giliran gue? #loh). Tanda tanya besar otak penasaran gue mempertanyakan, gimana caranya ayah gue berubah pikiran yang tadinya bakalan kerja ke Mentawai jadi kerja di Wonosobo sampai akhirnya ketemu sama Ibu? Pertanyaan itu pun nggak kunjung terjawab. Gue paling suka dengerin cerita gimana seseorang bisa bertemu dan menjalin sebuah hubungan interpersonal. Suatu kejadian yang menarik untuk dikaji, kenapa hari itu Tuhan membiarkan mereka bertemu dan berhubungan, seakan-akan hari itu alam ingin manusia-manusia ini bertemu. Lalu, keesokan harinya mereka nggak bertemu, dan seakan-akan alam sedang nggak merancang sebuah pertemuan untuk manusia-manusia ini. 

Sampai sekarang gue pun nggak tahu gimana cara Tuhan membuat semua kejadian ini seakan-akan sebuah kebetulan-kebetulan, tetapi dari kebetulan-kebetulan itu manusia menjadi lebih memahami gimana hidup di alam semesta ini udah dirancang sedemikian rupa hingga akhirnya tercipta garis-garis hidup individu yang saling bersinggungan dan membentuk sebuah garis hubungan. Nyatalah semua ini menunjukkan ada suatu kekuatan maha dahsyat yang mengatur alam semesta ini menjadi sebuah keteraturan dan bekerja sesuai hukum alam. Satu yang gue tangkap, bahwa God always works in a mysterious way, kita nggak bisa mereka-reka gimana sebuah takdir terjadi karena manusia sejatinya hanya bisa berusaha dan berdoa untuk mendapatkan kemudahan dalam mengarungi bahtera hidupnya. Dan, bahwa manusia sangatlah terbatas dan harusnya bersikap tunduk pada yang maha tak terbatas.

Thursday, February 23, 2012

Gelas Pecah



Jadi gini.. Ini adalah salah satu dari dua belas tugas bikin jurnal di mata kuliah LogPenIl (Logika dan Penulisan Ilmiah) semester satu kemaren. Belum sempet diubah dan diedit -biar gak formal-formal banget- karena males -makul banyaaaak, tugas banyaaaak *romantika perkuliahan*
Oke deh, cekidot, semoga ada gunanya :) 
-------------------------------------------------------------------------------------------

Gelas Pecah
Suatu siang ketika sedang mencuci piring di kamar mandi asrama Universitas Indonesia, “pranggg” sebuah gelas kaca tanpa sengaja jatuh dan pecah. Spontan saya menepuk kening sendiri lalu segera membereskan pecahan kaca itu dan membuangnya ke tempat sampah. Secara tidak sadar otak saya mereka ulang kejadian pecahnya gelas tadi, mengandai-andaisaya kemungkinan lain jika saat itu saya menaruh gelas agak ke tengah sehingga kemungkinan tersenggol kecil, sampai berkhayal jika siang itu saya memutuskan untuk tidur atau melakukan hal lain sehingga saya tidak mencuci piring dan kejadian pecahnya gelas tadi tidak terjadi. Apakah ini sebuah takdir yang tidak bisa dihindari? Simpan baik-baik terlebih dahulu jawaban Anda.

Coba analogikan kejadian pecahnya gelas tadi dengan kehidupan yang Anda jalani sekarang. Sebagai contoh, saya adalah mahasiswa jurusan Psikologi Universitas Indonesia. Pertanyaannya sekarang, mengapa saya bisa masuk jurusan Psikologi Universitas Indonesia tahun ini? Jika saat pemilihan jurusan dan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur undangan saya memilih jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Negeri Yogyakarta dan sama sekali tidak memilih jurusan Psikologi di Universitas Indonesia, bisa dipastikan detik ini saya tidak sedang membuat tugas jurnal mata kuliah logika dan penulisan ilmiah ini. Jika dulu saya memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan dan langsung bekerja, ‘skenario’ kehidupan saya tidak akan berjalan seperti sekarang. Apa yang bisa diambil dari sepenggal pengalaman tadi? Masihkah Anda berpikir bahwa kehidupan Anda sekarang adalah sebuah takdir yang tidak bisa dihindari? Saya lebih suka mengatakannya sebagai ‘konsekuensi’ dari keputusan yang pernah Anda ambil sebelumnya. Tidak ada lagi istilah ‘menyalahkan takdir’, yang ada hanyalah introspeksi dari apa yang pernah dilakukan.

Saya menarik kesimpulan bahwa apapun yang Anda lakukan di masa lalu mempunyai pengaruh yang sangat besar di masa kini, sehingga apa yang Anda lakukan saat ini juga mempunyai pengaruh yang sangat besar di masa depan. Ini menjadi sebuah pelajaran agar kita lebih kritis memilih apa yang harus dilakukan saat ini, konsekuensi apa yang kira-kira akan didapatkan  jika memilih jalan ini, apa yang harus Anda lakukan untuk bisa menjadi apa yang Anda inginkan. Seperti yang pernah dikatakan salah seorang kakak sepupu di hari ulang tahun saya yang ke tujuh belas, “berhati-hatilah melangkah adik kecilku, langkahmu hari ini menentukan langkahmu di masa depan”. Sekarang saya mengerti maksud dari kalimat itu, saya harap begitu juga dengan Anda.  


           

Monday, February 20, 2012

Karena Pada-Mu Lah Aku Temukan Cinta


Rasanya ingin aku teriakan semua perasaan yang sebenarnya sudah menghujam dada, ingin aku tumpahkan semua beban yang sebenarnya sudah lama akan membuncah, memenuhi hati dan fikiranku. Kenapa aku jadi benar-benar berubah? Aku sama sekali tidak jujur dengan diriku sendiri belakangan ini. Aku selalu menyela menjadi orang lain, mengatakan semua baik-baik saja, padahal hatiku sakit, hatiku rindu. Rindu sesuatu yang aku pun tidak tau apa itu. Rindu kedamaian, ketenangan, kesederhanan. Aku merindukan hal yang akupun belum pernah merasakannya. Rindu yang mungkin pernah ada sebelum aku benar-benar dilahirkan di dunia ini. Aku rindu sesuatu yang hakiki, kekal dan kontinyu. Aku mencoba meraba-raba rindu ini, dan aku temukan rindu yang amat sangat meradang. Aku tidak sedang merindukan ayah atau ibu, aku sedang tidak merindukan adik-adikku, aku tidak sedang merindukan sahabat-sahabatku, aku sedang tidak merindukan seseorang yang lembut hadir menenangkan gelisahku, aku benar-benar rindu sesuatu yang haq, aku merindukan Rabbku, aku merindukan Tuhanku, aku merindukan Allah, aku merindukan-Nya yang sudah lama aku abaikan.

Mengapa dadaku sesak merasakan semua keinduan ini? Terang saja ! Merindukan Ibu atau Ayah, aku masih bisa pulang dan menemuinya, memeluknya, mencium kedua tangannya, mencium kedua kakinya sampai aku tertidur lelap di pangkuannya, mengungkapkan segala cinta lewat baktiku dan senyuman lembutku. Merindukan adik-adik pun aku masih bisa menemuinya, memeluknya, menciumnya, mengungkapkan segala cinta lewat sikap lembutku. Merindukan sahabat-sahabat pun aku masih bisa melihatnya, menemuinya, tersenyum padanya, memeluknya dan mengungkapkan segala cinta lewat sikap tulusku. Tapi merindukan Rabbku, Tuhanku, Allahku, aku tak bisa seenaknya langsung menemui-Nya, memandang dzat-Nya, mengungkapkan segala cinta dengan menatap semua keindahan-Nya. Aku hanya bisa mengungkapkan rinduku lewat perantara. Aku merindukan Rabbku dengan mencintai orangtua, adik-adikku, sahabat-sahabatku, walaupun sebenarnya tak selalu ku lakukan. Aku merasa semakin sesak ketika hatiku merasakan rindu yang sangat hebat tetapi ragaku tak pernah membuktikannya. Aku merasakan cinta yang sangat dalam tetapi ragaku tak jarang melakukan maksiat, Astaghfirullah... ada apa Ya Rabb dengan cintaku? Apakah aku tak pantas mencintai-Mu? Apakah aku tak pantas menjadi salah satu kekasih-Mu? Apakah ini bentuk pembohongan diri yang aku sebutkan tadi? Aku sangat mencintai-Mu tapi aku malas meninggalkan duniawi, aku malas meninggalkan maksiat, Astaghfirullah... sudah cukup Ya Allah, penghianatan dan pembohonganku selama ini. Aku ingin kembali pada-Mu, aku ingin merasakan cinta kekal-Mu. Karena ternyata, hanya Engkau yang tak pernah meninggalkanku

Karena ternyata, hanya Engkau yang tak pernah menghianatiku
Karena ternyata, hanya Engkau yang tak pernah menyakitiku
Karena ternyata, hanya Engkau yang mau mendengarkanku ketika seluruh dunia menutup telinganya untukku
Karena ternyata, hanya Engkau yang mengerti mauku
Karena ternyata, hanya pada Engkau cinta ini bermula dan bermuara
Karena ternyata, tujuan hidupku adalah untuk bertemu dengan-Mu, menyerahkan seluruh cinta pada-Mu
Karena ternyata, pada-Mu lah aku telah menemukan cinta
Ya Rabb, aku tak ingin terus-terusan menjadi orang lain dengan terus-terusan mencintai hal yang dicintai orang lain. Aku tak peduli dengan semua cinta di dunia. Aku hanya ingin mencintai apa yang memang aku cintai, karena aku telah menemukan cintaku pada-Mu

3 brilliants



Ini adalah foto saya dengan kedua teman gila baik hati saya. Yang sebelah kiri namanya Intan (sebenarnya namanya painem, tapi dia suka malu dan tidak percaya diri dengan namanya. Katanya, namanya seperti nama pohon :pohon palem: ). Yang tengah namanya, emm saya bingung, dia punya banyak nama "bukan nama sebenarnya" alias "nama samaran", ada rokhmah, alfi, siro, si rokhimin, dan lain-lain, padahal nama aslinya dari orok adalah pokijah. sama seperti intan, dia malu dengan nama pemberian orangtua tetangganya. Dan yang paling kanan, adalah saya sendiri, astika. Nama saya paling bagus diantara yang lain. Kata Ibu, astika diambil dari dua kata, asti dan ika. asti berasal dari kata asta yang artinya delapan, karena saya lahir jam delapan, sedangkan ika adalah "satu", entah karena saya anak nomor satu atau anak bego pintar nomor satu. Kita bertiga adalah tiga plankton busuk bidadari anak Dewa Neptunus yang dikutuk menjadi manusia yang tinggal di daratan, dijadikan amnesia dan akhirnya dipertemukan oleh kebegoan (agak nyontek novel Perahu Kertasnya Dewi "Dee" Lestari nggak apa-apa lah ya, nggak apa-apa dong ya). Kita bertemu di dalam sebuah hutan luas yang belakangan diketahui bernama "Wonosobo". Sebuah hutan yang jauh dari kerajaan Neptunus karena letaknya di dataran tinggi yang tinggi tinggi sekali. Sampai pada akhirnya agar tugas kita untuk memata-matai manusia-manusia jahat yang tega menghancurkan bumi membuat kita ber"hijrah" ke tempat yang tidak jauh-jauh amat dengan kerajaan Neptunus, lautan luas, yaitu di Depok *tetep jauh bego*

Dan di Depok ini, kita juga tinggal dekat dengan hutan yang bernama "Hutan UI" dikarenakan hutanlah tempat pertama kita dimunculkan di daratan, maka dari itu kita tidak bisa jauh-jauh dari hutan. Ya, hutanlah tempat tinggal kami sebenarnya di darat, dan ketika banyak hutan yang dibakar, dieksploitasi, dirusak, diperkosa, kita sangat sedih dan tidak rela. Karena latar belakang itulah kami akhirnya memutuskan untuk mencari ilmu agar bisa merawat bumi ini dengan baik, agar bisa menagkapi para mata-mata pengrusak bumi yang membahayakan asal rumah kita, lautan luas, kerajaan Neptunus.

Kita memutuskan untuk kuliah di Universitas yang punya hutan yang luas agar kita bisa manjat-manjat pohon seperti kebiasaan kita dulu di Wonosobo. Rupanya Neptunus juga bego, karena sihirnya salah. Seharusnya dia akan mengirimkan kami ke daratan melalui rahim seorang Ibu agar menjelma menjadi bidadari yang cantik dan penuh kasih sayang, naas, ternyata ketika kami lahir dari Ibu-Ibu yang cantik jelita itu, malah kami bertingkah aneh, suka manjat-manjat pohon. Entah, makhluk bernama apa yang disebutkan Neptunus dalam mantranya *curiga*  

Oke, seperti yang sudah saya katakan, kami A.R.I (Astika.Rokhmah.Intan), agen minyak rahasia Neptunus, berjuang mencari ilmu untuk menyelamatkan bumi karena Aang menghilang. Sekilas akan saya perkenalkan, saya, Astika, berkuliah di jurusan Ilmu Psikologi dengan harapan memperbaiki manusia dari segi mentalnya, Rokhmah, berkuliah di jurusan Sastra Jawa untuk menemukan naskah-naskah kuno bahasa Jawa-Sansekerta-Melayu Kuno-Ibrani-Tubuh-Kalbu agar mengetahui bagaimana manusia dulu memelihara bumi, dan Intan, berkuliah di jurusan Kesehatan Masyarakat untuk memperbaiki manusia dari segi fisiknya, agar sehat jasmani dan rohani maka kita melakukan senam SKJ, ayo ! satu, dua, satu, dua, berikutnya senam lantai, satu, dua, satu, dua, ... eh, maaf saya khilaf denger musik senam. Oke, salam olahraga! *lagi goyang pinggul*

Sekian dulu perkenalan dari kami, A.R.I, agen minyak nomor satu asli dari Timur Tenggara Selatan Barat Daya Barat Barat Laut Utara Timur Laut rahasia Neptunus, akan menyelamatkan bumi kita ! Sekian

Hormat Kami,
A.R.I



ARI :* :*
(Baca : ARI cium cium)





LIFE IS.. YOUR PERCEPTION




Dapet nemu abis buka-buka message-message lama di facebook (facebook.com/akitsaablog) dari salah satu mas sepupu
Tentang hidup
Tentang pemaknannya
Baca deh :)
 -------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hidup bukanlah suatu tujuan melainkan perjalanan, maka nikmatilah
Hidup adalah tantangan, hadapilah
Hidup adalah anugerah, terimalah
Hidup adalah pertandingan, menangkanlah
Hidup adalah tugas, selesaikanlah
Hidup adalah cita-cita, gapailah
Hidup adalah misteri, singkapkanlah
Hidup adalah kesempatan, ambillah
Hidup adalah lagu, nyanyikanlah
Hidup adalah janji, penuhilah
Hidup adalah keindahan, bersyukurlah
Hidup adalah teka-teki, pecahkanlah
Satu hal buat kita bahagia adalah CINTA
Satu hal buat kita bertambah dewasa adalah MASALAH
Satu hal buat kita hancur adalah PUTUS ASA
Satu hal buat kita maju adalah USAHA
Satu hal buat kita kuat adalah DOA 

Gimana? Semoga turut menghidupi #apaseh :D


Saturday, February 18, 2012

Aku Palsu



Aku palsu
Aku berbelang dua
Aku bermuka tiga
Aku berjiwa empat
Aku berhati lima
Aku bermulut enam
Aku pecah jadi tujuh
Aku palsu !




Kepada Kamu (1)



Jangan berhenti untuk sekedar menungguku.
Teruskan, kejar mimpimu!
Tak usah tengok ke belakang untuk sekedar tersenyum kepadaku.
Teruskan, percepat langkahmu!
Aku, walau jauh tertinggal, akan terus berjalan untuk melangkah di sampingmu
Aku, akan terus mengejar mimpiku, yang aku yakin ada padamu
Aku akan berlari menujumu, sesuai talenta yang Tuhan anugerahkan untukku
Jangan tunggu aku! Biarkan kita sama2 berlari
Mimpi2 agungku dan mimpi2 agungmu tetap menunggu, di samping Tuhanku dan Tuhanmu
#Tuhan, izinkan aku menulis sampai tiba waktuku, waktu-Mu


Friday, February 17, 2012

Lelaki Jentel


Baru beberapa menit yang lalu, adek sepupu (cowok) bikin status di facebook. Pas baca isinya, aku langsung tersenyum dan memaklumi kalo dia masih belum dewasa. Dia bilang ingin pulang ke rumah, tetapi malas karena di rumah terus-terusan dimarahin sama orangtuanya, terus dia bingung antara pulang ke rumah atau nggak pulang ke rumah-yang bikin dia tambah bingung, “mau kemana malem-malem gini kalo nggak di rumah?”. Aku yang gila komen, langsung deh “ngomong” panjang lebar di status facebook dia, dengan harapan dia mengerti dan terbuka secara dewasa dengan apa yang aku bilang.

Dan aku berharap apa yang aku tulis disana bisa juga dibaca orang lain untuk mereka juga pahami. Lelaki jentel akan terlihat baik2 saja ketika masalah mendera, bahkan dia akan berkata dengan lantang kepada masalah yang menderanya, “aku punya Tuhan yang lebih besar daripada kau masalah! aku bisa menghadapimu. Untuk itulah aku, laki-laki diciptakan”

Aku mengawalinya dengan kata “lelaki jentel”. Sedikit banyak aku memujinya sekaligus “menyentil” mentalnya. Aku harap para lelaki yang membaca kata itu bertanya, “apakah aku lelaki jentel?”. Lelaki jentel harus punya sikap tanggung jawab dan selalu mau mengoreksi kesalahannya, dia juga tidak serta merta mudah menyalahkan orang lain, karena semua kesalahan harusnya kita tanyakan dulu, “apakah kesalahan itu aku yang buat atau ada faktor-faktor lain?”

Aku juga berharap, mereka yang berusaha memahaminya adalah hanya lelaki ABG yang benar-benar “baru gedhe”, sekitar seumuran SD sampai SMA yang kebanyakan masih dapat titel “belum dewasa” walaupun aku tau, kedewasaan seseorang tidak tergantung pada umurnya, tapi itu adalah umur yang wajar seseorang bertindak bodoh karena mereka belum menemukan dirinya. Banyak sekali remaja yang bertindak bodoh dan mereka berdalih “aku masih remaja, aku belum mengerti, aku penasaran”, sampai akhirnya mereka sering berontak dengan apa saja yang menurutnya tidak sesuai dengan kemauannya, tidak sesuai dengan keinginannya, tidak sesuai dengan “ideologi” kebanyakan teman sebayanya, bahkan karena “tidak keren”. Entah parameter apa lelaki remaja itu berkelakuan, yang -dari buku yang saya baca- tujuannya adalah untuk mendapatkan “nama”, “penghargaan”, dan “pengakuan” dari teman-teman “keren” sebayanya. Mereka bahkan lebih senang dibilang “keren” atau “gaul” daripada dibilang “baik” atau “shaleh”. Entah parameter apa yang mereka gunakan untuk berkelakuan. Maka dari itu banyak lelaki remaja yang lebih mendengarkan kata-kata teman sebayanya daripada kata-katanya sendiri. Menurut aku, inilah sisi “ketidak jentel-an” lelaki remaja. Ya, jelas saja, mereka masih “lelaki”, belum “pria”. Mereka masih “bocah”, belum “dewasa”. Jelas bukan perbedaan lelaki dengan pria?

Aku harap, lelaki remaja ini tidak malah bangga dibilang bocah yang belum dewasa yang menyebabkan mereka bertindak lebih arogan bahkan anarki dengan dalih “aku masih lelaki, bukan pria”. Lagipula, perempuan lebih menyukai lelaki jentel daripada lelaki bocah  :) (mungkin kalimat ini akan merubah pola pikir mereka dan langsung berkeinginan menjadi lelaki jentel. Kalo tidak, mereka bukan saja bocah ingusan, tapi juga gay!)

Ya, lelaki jentel ! Bertindaklah dengan menggunakan logika dan nuranimu secara seimbang, jadilah pria bertanggungjawab. Tak perlu tampan, wanita akan tertarik padamu  :) 
#Untuk semua lelaki jentel (only)

Thursday, February 16, 2012

"Pacar" Baru Gue



8 Februari 2012. Gue udahan sama si bleki, mantan kekasih setia gue (baca : laptop compaq-item-14” lama gue), dan hari ini gue resmi jadian sama si browni, pacar gue yang baru (baca : toshiba-coklat-10”)

Kita udahan bukan karena dia selingkuh atau bohong atau faktor-faktor lain rusaknya hubungan pacaran pada umumnya, gue putus sama si bleki karena postur dia kegedhean buat gue, 14” bo’, berat euy kalo neteng-neteng dia, alhasil pundak gue suka pegel-pegel tiap pulang ngampus karena musti ngotong-ngotong si bleki. Karena itulah kita memutuskan untuk udahan aja, sedangkan si bleki akhirnya jadian sama adek gue, ya, itung-itung sama-sama gedhe badannya, cucok lah. Oke, lupakan si bleki, mulai hari ini gue bersumpah setia hidup bersama si browni :)  

“Semoga kita langgeng ya brown, sampai kita bisa melihat anak cucu kita nanti. Luph yuu *syndrom alay kumat* :* “